Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas. Ada anekdot, lebih tepatnya olok-olok yang sebenarnya merupakan sindiran pedas terhadap bangsa ini Bangsa Amerika rata-rata dapat membaca tamat 5 judul buku dalam satu bulan, bangsa Jepang rata-rata dapat membaca tamat 1 judul buku dalam satu bulan, bangsa Indonesia rata-rata dapat membaca buku 1 judul buku dalam satu tahun dan tidak pernah tamat. Menurut hasil penelitian Programe for International Student Assessment PISA pada tahun 2015 minat baca bangsa Indonesia menempati ranking ke 64 dari 65 negera yang diteliti. Menyedihkan bukan karena atas dasar hasil penelitian PISA tetapi benar-benar atas kesadarn sendiri, pada tahun ini 2016 pemerintah Indonesia mencanangkan Gerakan Literasi Sekolah GLS. Gerakan ini dimaksudkan untuk memperkuat gerakan penumbuhan budi pekerti sebagaimana dituangkan dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 23 Tahun 2015. Salah satu kegiatan di dalam gerakan tersebut adalah “Kegiatan 15menit membaca buku non pelajaran sebelum waktu belajar dimulai”. Bersamaan dengan diberlakukannya kembali Kurikulum 2013 di semua jenjang pendidikan formal, maka pada tahun pelajaran 2016-2017 GLS merupakan kegiatan wajib yang harus dilaksanakan. Konsekuansinya, pemerintah harus menyediakan buku bacaan non pelajaran untuk memenuhi syarat minimal kuatitas kebutuhan sekolah, demikian pula sekolah akan berusaha untuk menambah buku bacaannya, dan ini kesempatan pula bagi para penerbit buku untuk menjual bukunya dengan berbagai teknis. Kebutuhan buku bacaan yang meningkat harus pula disertai selektifitas yang tinggi, baik dari isi, kaidah bahasa, penulisan, dll. Buku dapat menambah berbagai pengetahuan, memotivasi, tetapi dapat juga menyesatkan. Bagi peserta didik dapat dijadikan sebagai sumber belajar, jika sedikit saja ada kesalahan buku, baik pada isi, makna, bahasa maupun teknik penulisan, ini akan menjadi masalah yang serius bagi peserta didik yang membacanya. Salah satu contoh; saya pernah membaca buku Sasakala Prabu Siliwangi yang ditulis oleh Dr. H. Muhammad Fajar Laksana, CQM, penerbIt Jelajah Nusa. Pada judulnya saja saya sudah berbeda persepsi. Pengertian sasakala yang pernah saya pelajari adalah dongeng yang menceritakan kejadian masa lampau yang ada kaitannya dengan tempat yang ada sekarang atau asal muasal yang dipengaruhi dengan kurun waktu dan zaman. Dalam Kamus Umum Basa Sunda yang disusun oleh Lembaga Basa Jeung Sastra Sunda LBSS sasakala dongeng nyaritakeun jaman baheula nu aya patalina jeung rupa-rupa kaayaan tempat ayeuna, saperti Sasakala Gunung Tangkubanparahu, jst. Jadi dapat diartikan bahwa sasakala adalah cerita yang melatarbalakangi adanya tempat. Sasakala Gunung Tangkubanparahu, menceritakan asal-usul Gunung Tangkabanparahu. Mengapa dalam cerita tersebut tidak disebutkan Sasakala Sangkuriang atau Sasakala Dayang Sumbi. Sekali lagi pada cerita sasakala bukan menceritakan asal-usul orang atau seseorang, tetapi asal-usul tempat yang berkaitan dengan orang yang ada di dalamnya atau di sekitarnya. Pada buku Sejarah Islamisasi Prabu Siliwangi Pangeran Pamanah Rasa yang disusun oleh Dr. H. Muhammad Fajar Laksana, CQM diberi judul Sasakala Prabu Siliwangi, padahal seperti kita ketahui Prabu Siliwangi adalah Raja Pajajaran, bukan nama tempat. Dalam cerita sasakala muatan sejarahnya sangat minim – untuk tidak mengatakan nihil. Maka ketika Prabu Siliwangi disebut sebagai sasakala, akan kontradiktif dengan cerita atau sejarah Prabu Siliwangi, karena Prabu Sliwangi adalah nama raja dalam sejarah Kerajaan bermaksud membuka ruang perdebatan polemik karena sejarah bukan kompetensi saya, perbedaan persepsi dan keberatan saya terkait dengan terminologi sasakala, hendaknya diletakan dalam konteks wacana tentang bahasa dan sejarah Sunda. Terkait program Gerakan Lirerasi Sekolah GLS, buku ini bukan tidak mungkin akan masuk ke sekolah-sekolah, dan pada gilirannya dalam skala tertentu akan menciptakan kebingungan para peserta didik dalam hal pengertian sasakala dan sejarah. Buku Sasakala Prabu Siliwangi yang mendapat pengartar dari Prof. Dr. H. M. Baharun, SH, MA Rektor Unas PASIM Bandung, H. Ahmad Heryawan Gubernur Jawa Barat, H. Mohamad Muraz, SH, MM Walikota Sukabumi yang bisa diartikan bahwa buku tersebut telah memenuhi standar kualitas dan data sejarah yang dapat dipertanggungjawabkan. Namun, dalam penulisannya ternyata ditemukan banyak kekeliruan yang mendasar, khusunya yang terkait dengan Ejaan yang Disempuranakan EyD. Contoh pada Kata Pengantar ...kemudian dari teks kuno yang tertulis di Kulit, Daun, dan Di Batu... ada penempatan hurup besar yang keliru pada kata Kulit, Daun, dan Di Batu, sebab penggunaan hurup besar pada awal kata dipergunakan untuk kata awal kalimat, nama orang, nama tempat, dsb. Meskipun kulit, daun dan batu yang dimaksud adalah benda peninggalan sejarah yang sangat berharga bahkan mungkin dikeramatkan, tetapi tetap saja kulit, daun dan batu adalah nama benda biasa. Contoh lain pada penulisan kata Arab dan Sunda menggunakan hurup “a” dan “s” huruf kecil, dan banyak lagi kata-kata yang menggunakan hurup besar/kecilnya Sasakala Prabu Siliwangi adalah hasil keuletan penulis dalam melakukan penelitian dan menerjemahkan Kitab Pusaka dan teks-teks kuno sejarah Prabu Siliwangi, tentu saja akan menjadi sumbangsih yang besar dalam menambah khasanah dan pembendaharaan Sejarah Islamisasi Prabu Siliwangi yang sebagaimana penulis katakan beragam versi, karena memang demikian adanya, tetapi dengan tanpa mengurangi rasa hormat saya kepada penulis, jika buku ini ada cetakan ulang berikutnya, apa yang saya sampaikan ini akan menjadi bahan kajian. Penulis Pengawa SD di Kabupaten Sukabumi. Lihat Humaniora Selengkapnya
Kawalya ta wwang Sunda lawan ika wwang Carbon mwang sakweh ira wwang Jawa Kulwan anyebuta Prabhu Siliwangi raja Pajajaran. Dadyeka dudu ngaran swaraga nira “. Indonesia: Hanya orang Sunda dan orang Cirebon serta semua orang Jawa Barat yang menyebut Prabu Siliwangi raja Pajajaran. Jadi nama itu bukan nama pribadinya. Arti nama Siliwangi
FilterFashion PriaSepatu PriaBatik PriaPerhiasan PriaBukuBuku Remaja dan AnakSosial PolitikRumah TanggaPerawatan TubuhMasukkan Kata KunciTekan enter untuk tambah kata produk untuk "prabu siliwangi" 1 - 60 dari - Aditya Black Sepatu Kulit Oxford 80 rbDepokPrabu 250+PreOrderAdLukisan kanvas prabu siliwangi 90x70 cm 1%Kab. GianyarJendela Ubud 2AdLukisan Prabu Siliwangi 60 x 80 20 rbKab. Banyumastoko lukisan 1AdGaleri FashionPrabu - Naka Black Sepatu Oxford Kulit 80 rbDepokPrabu 750+PreOrderAdSaefi Banyu Kencana Prabu Bogormangkubumi24Arjuna Weda Hem Batik Anak Prabu Siliwangi - TimurBatik Arjuna 11Arjuna Weda Kemeja Batik Pria Motif Prabu Siliwangi - TimurBatik Arjuna WedaTerjual 9Arjuna Weda Hem Batik Prabu Siliwangi - TimurBatik Arjuna 5KEMEJA BAJU BATIK PRIA LENGAN PANJANG HEM ATASAN MOTIF PRABU Baratkedai yodhaKemeja Baju Batik Pria Lengan Panjang Hem Atasan Motif Prabu Ivangkia Adabeberapa ahli mengatakan kata Cirebon berasal dari Caruban atau tempat pertemuan atau persimpangan jalan. Sebagian lagi mengatakan dari kata “carub” yang dalam bahasa Jawa berarti campuran. Banten dan Kolonial Belanda melahirkan jalan tengah untuk memberikan kekuasan kepada beberapa keturunan Prabu Siliwangi ini.Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas. Bagi masyarakat Tatar Sunda, julukan Prabhu Siliwangi, sesungguhnya ditulis Silih Wangi, sudah tentu sangat dikenal. Ia dianggap sebagai raja Sunda Kuno terbesar, yang membawa keharuman dan kemakmuran kerajaannya. Istilah Siliwangi telah disebutkan dalam naskah Bujangga Manik tersimpan di perpustakaan Bodleian di Oxford Inggris sejak 1627 atau 1629. Bujangga Manik adalah seorang bangsawan Kerajaan Sunda Pakuan Pajajaran yang memilih menjadi rahib Hindu-Sunda yang berkelana ke beberapa tempat suci untuk mencari tempat untuk masa akhir naskah baris 663-667 yang tertuang di buku Tiga Pesona Sunda Kuna karya J. Noorduyn Direktur KITLV yang pensiun pada 1991 dan A. Teeuw Profesor Emeritus bidang Bahasa dan Sastera Melayu dan Indonesia di Universitas Leiden tertulis Nyiar lemah pamasaran/ nyiar tasik panghanyutan/ pigeusaneun aing pah/ pigeusaneun nunda raga Mencari tempat untuk pekuburan/ mencari telaga untuk tenggelam/ tempat untuk kematianku/ tempat untuk meninggalkan badanKronologi naskah Bujangga Manik menurut J. Nooduyn yang merupakan peneliti pertama naskah tersebut mengatakan more specifically the mention Majapahit, Malaka and Demak allow us, as we shall see, to date the writing of the story in the 15th century, probably the letter part of this century, or the early 16th century at latest. Pernyataan Nooduyn memberikan kisaran waktu penulisan naskah pada abad ke-15 atau paling akhir pada permulaan abad ke-16 Masehi. Kisaran itu memang mungkin benar karena didasarkan pada penyebutan tempat-tempat yang secara politis sedang berkembang atau masih berkuasa dalam periode yang sama. hal yang menarik adalah adanya penyebutan sasakala siliwangi di dalam naskah Bujangga Manik pada akhir abad ke-15. Kata Siliwangi atau Silih Wangi telah dikenal. Berikut kutipan naskah Bujangga ManikSadatang ka tuntung Su nda, Nepi ka Arega Jati, Sacun nduk ka Jalatunda, Sakakala Silih Wangi, Samung kur aing ti inya, Meun tasing di Cipamali. Setibanya di ujung perbatasan Sunda, Tiba ke Arega Jati, sampailah ke Jalatunda, situs peninggalan Silih Wangi. Setelah aku meninggalkan tempat itu, kuseberangi Sungai CipamaliSejak lama para ahli, media sosial, media cetak, dan media daring tergoda untuk menelusuri tentang tokoh Siliwangi. Bahkan, pun menurunkan laporannya berjudul Prabu Siliwangi Asal-usul, Masa Kejayaan, Silsilah, dan Mitos Macan Putih dan dibaca kali. Kajian pada mulanya dilakukan Moh. Amir Sutaarga tahun 1965 dengan judul Prabu Siliwangi atau Ratu Purana Prabu Guru Dewataprana Sri Baduga Maharaja Ratu Hadji di Pakuan Padjadjaran 1474-1513. Kajian berikutnya dilakukan Ayatrohaedi tahun 1986 dengan judul Niskalawastukancana 1348-1474 Raja Sunda Terbesar? Menyusul kemudian kajian Saleh Danasasmita yang menulis dalam bahasa Sunda dengan judul Tokoh Siliwangi dina Sajarah, termaktub dalam kumpulan karangan yang bertajuk Nyucruk Sajarah Pakuan Pajajaran jung Prabhu Siliwangi tahun 2003. Ketiga ahli tersebut menyimpulkan bahwa Siliwangi dahulu memang tokoh sejarah yang pernah hidup, berkuasa dan dikenang dalam berbagai cerita rakyat dan tradisi lisan Ayatroehaedi memiliki pendapat yang berbeda tentang identitas Prabhu Siliwangi bukan tokoh Sri Baduga Maharaja. Ia menyatakanmengingat hingga sekarang tidak ada satu pun sumber sejarah 'utama' yang pernah menyebut nama itu. Nama Siliwangi sedemikian jauh hanya ditemukan dalam berbagai carita pantun, tradisi lisan, naskah yang berasal dari masa yang lebih muda. Sedemikian jauh, Siliwangi terutama dikenal sebagai tokoh sastra, dan bukan tokoh sejarah, halaman 31Ayatroehaedi berhasil merangkum informasi tentang Prabhu Siliwangi dari karya sastra Sunda Kuno dan tradisi pantunPertama, menurut berbagai babad dapat diketahui bahwa Siliwangi menjadi raja tidak langsung menggantikan ayahnya, Prabu Anggalarang. Ia menjadi raja setelah ada orang lain yang bertindak sebagai 'penyelang'. Kedua, tokoh itu haruslah hidup pada masa awal masuknya pengaruh Islam ke Jawa Barat, karena menurut sumber-sumber sastra dan tradisi lisan, Siliwangi diajak masuk Islam oleh anaknya sendiri. Ketiga, tokoh itu haruslah yang besar jasanya di dalam memajukan kesejahteraan hidup rakyatnya, karena berbagai sumber menyebutkan bahwa pada masa pemerintahannya kerajaan Sunda berada dalam taraf hidup yang subur makmur loh jinawi, halaman 32 1 2 3 Lihat Humaniora Selengkapnya