Sayakongsikan 10 contoh aktiviti pembelajaran yang boleh dilaksanakan untuk pembelajaran abad 21. Baca pengalaman saya : Aktiviti Pembentangan Kimia : Bab 4 - Jadual Berkala. Baca pengalaman saya : Gallery Walk sebagai strategi pembelajaran abad 21. Bahan rujukan tambahan : 8 Peta Pemikiran i-Think. Bacaan tambahan mengenai Pembelajaran Abad
In answering the fourth industrial revolution era, basic Islamic education institutions did not adequately apply old literacy reading, writing, arithmetic, but had to apply new literacy data literacy, technology literacy and human resource literacy or humanism. This article discusses the challenges and opportunities of basic Islamic education in the era of the fourth industrial revolution. Strengthening new literacy in Islamic elementary education teachers as a key to change, revitalizing literacy-based curriculum and strengthening the role of teachers who have digital competencies. The teacher plays a role in building competency generation, character, having new literacy skills, and high-level thinking skills. Islamic elementary education as a basis for determining intellectual, spiritual, and emotional intelligence in children must strengthen 21st century literacy skills. Start creative aspects, critical thinking, communicative, and collaborative. Islamic elementary education is urgently needed to strengthen new literacy and revitalize digital-based curriculum. Curriculum revitalization refers to five basic values of good students, namely resilience, adaptability, integrity, competence, and continuous improvement. Islamic elementary education educators must be digital teachers, understand computers, and be free from academic illness. The goal is to realize high competency generation, character and literacy to answer the challenges of the fourth industrial revolution era.
ProfesorHariyono mencoba merumuskan karakteristik guru professional yang siap menghadapi perubahan abad 21 dan mempersiapkan generasi emas 2045, yakni sebagi berikut: 1. Guru professional melibatkan dimensi “cinta” dalam merealisasikan strategi pembelajarannya agar dapat membangkitkan harapan dan cita-cita siswanya. 2.
– Pada abad 21 sekarang ini, dalam era Revolusi Industri era society Guru di hadapkan pada sejumlah tantangan. Tantangan ini harus di hadapi secara profesional, karena guru merupakan suatu profesi sesuai amanat Undang-undang Guru dan Dosen. Berikut ini kita akan membahas bagaimana karakteristik yang harus dimiliki oleh Guru Abad 21. Catatan buat pembacaPada setiap tulisan dalam semua tulisan yang berawalan “di” sengaja dipisahkan dengan kata dasarnya satu spasi, hal ini sebagai penciri dari website ini. Baca Juga Marketplace Guru Kebijakan baru penerimaan Guru oleh Menteri Nadiem Makarim? Daftar Isi 1A. 7 Karakteristik Guru Abad 211. Ulet dan Cekatan2. Karakteristik Guru Abad 21 Ke-2 Menjunjung tinggi profesinya serta menaati kode etik keguruan 3. Disiplin Tepat waktu4. Karakteristik Guru Abad 21 Ke-4 Terbuka5. Jujur6. Karakteristik Guru Abad 21 Ke-6 Amanah dan bertanggung jawab 7. Tidak pernah membawa dan mencampuradukkan masalah pribadi ke dalam dunia pendidikanB. KesimpulanSumber A. 7 Karakteristik Guru Abad 21 Dari sejumlah literatur, setidaknya ada 7 karakteristik yang harus dimiliki oleh seorang Guru untuk menjadi seorang Guru Profesional. Ketujuh Karakteristik Guru Abad 21 tersebut, adalah Ulet dan Cekatan Menjunjung tinggi profesinya serta menaati kode etik keguruan Disiplin Tepat waktu Terbuka Jujur Amanah dan bertanggung jawab Tidak pernah membawa dan mencampuradukkan masalah pribadi ke dalam dunia pendidikan Baca Juga Kompetensi Guru Abad 21 1. Ulet dan Cekatan Karakteristik Guru Abad 21 yang pertama adalah Ulet dan Cekatan. Tenaga pendidik merupakan role model peserta didik di sekolah. Guru harus memiliki sikap dan nilai moral yang baik di mata peserta didik. Ulet dan Cekatan merupakan salah satu nilai moral yang sangat mulia dan sangat penting untuk di pahami serta di aplikasikan dalam kehidupan sehari-hari terutama di tanamkan pada diri guru maupun siswa di sekolah. Keuletan dan cekatan adalah karakter yang begitu berpengaruh terhadap hasil pengajaran dan kinerja guru di dunia pendidikan Yunita, 2019. 2. Karakteristik Guru Abad 21 Ke-2 Menjunjung tinggi profesinya serta menaati kode etik keguruan Di dalam profesi tentunya ada suatu aturan yang membatasinya. Selaras dengan Kartowagiran 2011 bahwa Tenaga pendidik ketika melakukan tugasnya mesti mengaplikasikan keahliannya, kemahirannya yang memenuhi standar mutu atau norma tertentu yang di dapat dalam pendidikan profesi. Menjunjung tinggi sebuah profesi serta menaati kode etik keguruan merupakan karakter yang sangat di perlukan dalam diri seorang guru. Kita hidup di negara hukum yang penuh dengan aturan, maka kode etik guru sama saja dengan aturan, dan aturan adalah hal wajib untuk di taati, bayangkan ketika ada tenaga pendidik yang melanggar aturan maka kualitas tenaga pendidik sebagai pengajarpun juga akan di cap buruk. 3. Disiplin Tepat waktu Karakteristik Guru Abad 21 yang pertama adalah Disiplin tepat waktu. Tenaga pendidik profesional adalah mereka yang memiliki kepribadian yang utuh. Salah satunya adalah komitmen untuk selalu tepat waktu itu. Ketepatan pada waktu adalah salah satu indikator dari karakter kedisiplinan yang idealnya terinternalisasi dalam kepribadian seorang guru. Karakteristik seorang guru yang bisa dikatakan professional, salah satunya yaitu disiplin dan tepat waktu ketika mengajar. Dari pernyataan tersebut dapat di pahami bahwa setiap aktivitas yang di jalankan oleh tenaga pendidik hendaknya menerapkan disiplin yang tinggi. Kunci kesuksesan dalam dunia pendidikan, salah satunya adalah disiplin. Perilaku disiplin merupakan suatu kebiasaan yang sangat mudah di ucapkan, namun tidaklah mudah untuk di jalankan secara konsisten Jailani, 2014. 4. Karakteristik Guru Abad 21 Ke-4 Terbuka Menjadi tenaga pendidik memang harus mempunyai sikap terbuka, Menerima kritik, pertanyaan, maupun masukan dari peserta didik. Tidak hanya sikap yang terbuka, namun juga pemikiran yang terbuka untuk menanggapinya. Seorang guru tidak sepantasnya egois dan tertutup ketika ada seorang muridnya ingin menyalurkan opini. Guru profesional tentunya tidak akan melakukan itu. Selaras dengan pernyataan Susilo & Sarkowi 2018, Guru dalam melaksanakan tugasnya harus selalu bersikap terbuka, dan kritis untuk mengaktualisasi penguasaan isi bidang studi, pemahaman karakteristik peserta didik, dan melaksanakan pembelajaran yang mendidik. Karakteristik yang di harapkan adalah Guru mempunyai sikap terbuka agar peserta didik memiliki minat yang besar terhadap pelajaran dan mata pelajaran yang di ajarkannya. 5. Jujur Karakteristik Guru Abad 21 yang pertama adalah Jujur. Kejujuran merupakan hal yang sangat jarang di temui pada tenaga pendidik yang tidak professional, jika tenaga pendidik professional dia akan berusaha menampilkan sebenarnya sesuai dengan yang terlihat di lapangan. Sejalan dengan pendapat Kartowagiran 2011 bahwa inti pembelajaran salah satunya adalah pemelihara keterlibatan siswa serta penilaian proses dan hasil belajar. Guru harus mampu bersikap jujur ketika menyampaikan proses dan hasil belajar peserta didik, tidak boleh di manipulasi. 6. Karakteristik Guru Abad 21 Ke-6 Amanah dan bertanggung jawab Ketika seseorang memilih menjadi tenaga pendidik, seharusnya ia sadar bahwa pilihannya adalah tanggung jawabnya. Menjadi guru yang berprofesi berdasarkan tanggung jawab. Profesi yang terus tumbuh berangkat dari panggilan hati sebagai amanah. Amanah adalah sesuatu yang di berikan kepada seseorang yang di nilai mempunyai kemampuan untuk mengembannya. Sehingga amanah seorang tenaga pendidik sebagai pengajar yaitu bagaimana seorang dosen membimbing, membina, mengayomi dan memberi teladan pada peserta didiknya dengan penuh keikhlasan. Mau tidak mau, tenaga pendidik harus mengemban amanah yang telah di berikan kepadanya dengan baik. Ketika guru memiliki satu sikap amanah dan tertanam dalam dirinya ada tanggung jawab yang besar, maka akan menentukan kualitas dan mutu dirinya. Kualitas seorang guru bisa di katakan baik atau bagus di lihat dari apakah dia bisa professional dalam menjalankan tugas serta tanggung jawabnya sebagai seorang guru. 7. Tidak pernah membawa dan mencampuradukkan masalah pribadi ke dalam dunia pendidikan Karakteristik Guru Abad 21 yang pertama adalah Tidak pernah membawa dan mencampuradukkan masalah pribadi ke dalam dunia pendidikan. Materi atau pengelolaan serta evaluasi dalam proses belajar mengajar benar-benar haris di prepare dengan baik dan matang, di dunia pendidikan tidak ada istilah asal-asalan hanya sekedar memenuhi kewajiban, system kebut dalam semalam, mengerti atau tidak peserta didik terhadap pelajaran bukanlah persoalan, intinya semua praktik yang tidak memiliki tanggung jawab dalam melakukan pendidikan harus berupaya atau berusaha di kurangi hal seperti itu Sepriyanti, 2012. Maka jika sesorang terlebih membawa persoalan pribadi kedalam dunia pendidikan itu sangat tidak etis. Guru profesional adalah guru yang dapat memanage dan menempatkan apapun sesuai dengan tempatnya, termasuk masalah pribadi, hal tersebut kurang layak jika harus di bawa ke dunia pendidikan. Guru yang profesional melakukan pekerjaan nya sebagaimana mestinya tidak mencampur adukkan dengan masalah pribadi atau keluarganya. B. Kesimpulan Berdasarkan ketujuh keterampilan dan karakter di atas, model pembelajaran pun harus di sesuaikan untuk abad 21. Model pembelajaran merupakan cara atau teknik penyajian yang di gunakan guru dalam proses pembelajaran agar tercapai tujuan pembelajaran Surya, 2017. Peneliti menemukan bahwa metode yang cocok untuk abad 21, yakni Pembelajaran berpusat pada peserta, multi interaksi dalam proses pendidikan, lingkungan belajar yang lebih luas, peserta didik aktif dalam proses pembelajaran, apa yang di pelajari kontekstual dengan anak, pembelajaran berbasis tim, objek yang di pelajari sesuai dengan kebutuhan anak, semua indra anak di daya gunakan dalam proses belajar, dan menggunakan multimedia. Selain itu model pembelajarannya bisa menggunakan teknik Mix antara modern digital dan tradisional. Model pembelajaran tradisional tidak bisa di hilangkan jadi bisa menggunakan model pembelajaran campuran/ combine antara metode modern dan traditional tetapi pada abad ini kita harus membuat siswa kita lebih aktif agar lebih kritis, model pembelajaran yang cocok adalah presentasi agar siswa tidak hanya mendengarkan guru berbicara tetapi siswa juga mencoba untuk memahami materi ini sebelum kelas di mulai. Guru bisa melihat kondisi atau lingkungan yg di hadapi kemudian membuat model pembelajaran yang sesuai. Hal ini di perkuat oleh pendapat Sole & Anggraeni 2018 Seiring laju perubahan dan perkembangan yang terjadi pada era global yang telah jauh berbeda dengan era dua puluh atau tiga puluh tahun yang lalu, tuntutan akan kompetensi manusia untuk bisa hidup, bekerja, dan meraih peluang partisipasi di dalamnya jauh lebih kompleks. Perkembangan IPTEK mengharuskan pendidik agar lebih melek teknologi, informasi dan komunikasi. Model pengembangan kompetensi guru abad 21 adalah sebuah model yang membimbing guru untuk meningkatkan kompetensi profesional sehingga mampu menghadapi generasi milenial yang semakin hari semakin mendekatkan diri dengan teknologi Giantara, 2019. Oleh sebab itu, guru harus melek perkembangan teknologi. Baca Juga Fungsi guru sebagai apa? Sumber Giantara, F. 2019. Model Pengembangan Kompetensi Guru Abad 21. Jurnal Penelitian Dan Kajian Sosial Keagamaan, 161, 59–83. Jailani, S. S. 2014. Guru Profesional dan Tantangan Dunia Pendidikan. Jurnal Al-Ta’lim, 211, 1–9. Kartowagiran, B. 2011. Kinerja Guru Profesional Guru Pasca Sertifikasi. Jurnal Cakrawala Pendidikan, 303, 463–473. Ratnawati & Septi Gumiandari. 2021. PROFIL GURU PROFESIONAL ABAD 21 DALAM PERSPEKTIF MAHASISWA IAIN SYEKH NURJATI CIREBON. AL-TARBIYAH, Vol. 31 No. 1, June 2021, 27-39. Sepriyanti, N. 2012. Guru Profesional Adalah Kunci Mewujudkan Pendidikan Berkualitas. Jurnal Al-Ta’lim, 11, 66–73. Sole, F. B., & Anggraeni, D. M. 2018. Inovasi Pembelajaran Elektronik dan Tantangan Guru Abad 21. Jurnal Penelitian Dan Pengkajian Ilmu Pendidikan E-Saintika, 21, 10–18. Surya, Y. F. 2017. Penggunaan Model Pembelajaran Pendidikan Karakter Abad 21 pada Anak Usia Dini. Jurnal Obsesi Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini, 11, 52 – 61. Susilo, A., & Sarkowi. 2018. Peran Guru Sejarah Abad 21 Dalam Menghadapi Tantangan Arus Globalisasi. Jurnal Pendidik Dan Peneliti Sejarah, 21, 43–50. Yunita, L. 2019. Implementasi Kompetensi Kepribadian Guru Dalam Mengembangkan Karakter Anak Usia Dini Di Tk Masjid Agung Kalianda Lampung Selatan. Skripsi, 56.
Keterampilanguru abad ke-21 menuntut guru untuk mampu membelajarkan peserta didik dengan mengoptimalkan kemampuan berpikir kritis (critical thinking), Seorang guru juga memiliki peranan yang sangat penting dalam upaya penanaman Penguatan Pendidikan Karakter (PPK) di sekolah. Guru diharapkan tidak hanya mengajarkan pengetahuan kognitif dan
Guru abad 21 alias jaman now harus memiliki kemampuan khusus dan berbeda dengan guru jaman old. Di era globalisasi ini guru wajib beradaptasi dengan perubahan digital di semua sendi kehidupan. Siswa jaman now adalah siswa yang aktif, fleksibel, kreatif dan pokonya sangat berbeda dengan jaman dulu. Perubahan karakter masyarakat secara fundamental sebagaimana terjadi dalam abad 21 tentu berimplikasi terhadap karakteristik guru. Dalam pandangan progresif, perubahan karakteristik masyarakat perlu diikuti oleh transformasi kultur guru dalam proses pembelajaran. Jadi jika sekarang masyarakat telah berubah ke masyarakat digital, maka guru juga segera perlu mentransformasikan diri, baik secara teknik maupun sosio-kultural. Oleh karena itu perlu mengidentifikasi, karakteristik guru seperti apa yang mampu mentransformasikan diri pada era digital pada abad 21 sekarang ini. Terdapat ungkapan bahwa, buku bisa digantikan dengan teknologi, tetapi peran guru tidak bisa digantikan, bahkan harus diperkuat. Pada era sekarang, abad 21, guru harus mampu memanfaatkan teknologi digital untuk mendesain pembelajaran yang kreatif. Kemampuan para guru untuk mendidik pada era pembelajaran digital perlu dipersiapkan dengan memperkuat pedagogi siber pada diri guru. Guru yang lebih banyak berperan sebagai fasilitator harus mampu memanfaatkan teknologi digital yang ada untuk mendesain pembelajaran kreatif yang memampukan siswa aktif dan berpikir kritis Kompas, 9 April 2018, hal. 12. Menurut Ketua Divisi Persatuan Guru Republik Indonesia PGRI Smart Learning Center, Richardus Eko Indrajit mengatakan, guru harus mulai dibiasakan untuk merasakan pembelajaran digital yang terus berkembang. Sebab, penggunaan teknologi dalam pembelajaran berguna untuk memfasilitasi pembelajaran yang berkualitas. Buku bisa digantikan dengan teknologi. Konten pembelajaran sudah tersedia di internet. Namun, tetap ada peran guru yang tidak bisa digantikan. Di sinilah kita harus memperkuat guru sebagai fasilitator yang membantu siswa untuk dapat memanfaatkan sumber belajar yang beragam. Oleh karena itu karakteristik guru dalam abad 21 antara lain Pertama, guru disamping sebagai fasilitator, jugaharus menjadi motivator dan inspirator. Lebih lanjut Eko Indrajit mengatakan, pada era sekarang, siswa sudah banyak mengetahui pembelajaran lewat internet terlebih dahulu, baru sekolah. Jangan sampai guru gagap menghadapi kondisi siswa yang lebih banyak tahu konten pembelajaran yang didapat dari internet. Oleh karena itu kemampuan guru sebagai fasilitator harus diperkuat. Guru dapat mengarahkan pembelajaran lebih banyak pada diskusi, memecahkan masalah, hingga melakukan proyek yang merangsang siswa berpikir kritis Kompas, 9 April, 2018, hal. 12. 10 Karakter Guru Abad 21 Kemampuan guru dalam posisi sebagai fasilitator, ini berarti harus mengubah cara berpikir bahwa guru adalah pusat teacher center menjadi siswa adalah pusat student center sebagaimana dituntut dalam kurikulum 13. Ini berarti guru perlu memposisikan diri sebagai mitra belajar bagi siswa, sehingga guru bukan serba tahu karena sumber belajar dalam era digital sudah banyak dan tersebar, serta mudah diakses oleh siswa melalui jaringan internet yang terkoneksi pada gawai. Ini memang tidak mudah, karena berkait dengan transformasi kultural baik yang masih berkembang dalam guru maupun siswa itu sendiri, dan bahkan salah satu prasyarat paling penting agar guru mampu mentrasformasikan diri dalam era pedagogi siber atau era digital, adalah tingginya minat baca. Selama ini berbagai hasil penelitian menunjukkan bahwa minat baca di kalangan guru di Indonesia masih rendah, dan bahkan kurang memiliki motivasi membeli atau mengoleksi buku. Tingkat kepemilikan buku di kalangan guru di Indonesia masih rendah. Bahkan sering terdengar pemeo bahwa penambahan penghasilan melalui program sertifikasi guru, tidak untuk meningkatkan profesionalisme guru, tetapi hanya untuk gaya hidup konsumtif. Sudah sering terdengar bahwa, tambahan penghasilan gaji guru melalui program sertifikasi bukan untuk membeli buku, tetapi untuk kredit mobil. Karakteristik seperti itu, adalah tidak cocok bagi pengembangan profesionalisme guru pada abad 21. Oleh karena itu, guru harus terus meningkatkan minat baca dengan menambah koleksi buku. Setiap kali terdapat masalah pembelajaran, maka guru perlu menambah pengetahuan melalui bacaan buku, baik cetak maupun digital yang bisa diakses melalui internet. Tanpa minat baca tinggi, maka guru pada era pedagogi siber sekarang ini akan ketinggalan dengan pengetahuan siswanya, sehingga akan menurunkan kredibilitas atau kewibawaan guru. Hilangnya kewibawaan guru akan berdampak serius bukan saja pada menurunya kualitas pembelajaran, tetapi juga bagi kemajuan sebuah bangsa. Ketiga, guru pada abad 21 harus memiliki kemampuan untuk menulis. Mempunyai minat baca tinggi saja belum cukup bagi guru, tetapi harus memiliki keterampilan untuk menulis. Guru juga dituntut untuk bisa menuangkan gagasan- gagasan inovatifnya dalam bentuk buku atau karya ilmiah. Tanpa kemampuan menulis guru akan kesulitan dalam upaya meningkatkan kredibilitasnya di hadapan murid. Guru yang memiliki kompetensi dalam menulis gagasan, atau menulis buku dan karya almiah, maka akan semakin disegani oleh siswanya. Sebaliknya, jika guru tidak pernah menulis, maka akan semakin dilecehkan oleh siswa. Oleh karena itu, jika sudah memiliki kemampuan untuk menulis gagasan, maka ketika terlibat dalam era digital bukan saja sebagai konsumen pengetahuan, tetapi juga produsen pengetahuan. Dengan kata lain, guru dalam era informasi sekarang ini, ketika terlibat dalam internet, bukan sekadar mengunduh, tetapi juga mengunggah karya-karya tulisnya yang bisa memberikan sumbangan pemikiran bagi upaya peningkatan kualitas pembelajaran. Keempat, guru abad 21 harus kreatif dan inovatif dalam mengembangkan metode belajar atau mencari pemecahan masalah-masalah belajar, sehingga meningkatkan kualitas pembelajaran berbasis TIK. Penguasaan terhadap e-learning bagi seorang guru abad 21 adalah sebuah keniscayaan atau keharusan, jika ingin tetap dianggap berwibawa di hadapan murid. Guru yang kehilangan kewibawaan di mata siswa adalah sebuah bencana, bukan saja bagi guru itu sendiri tetapi bagi sebuah bangsa karena kunci kemajuan bangsa adalah guru. Oleh karena itu kompetensi mengajar berbasis TIK adalah mutlak bagi guru pada abad 21. Jadi seorang guru harus mampu menerapkan model pembelajaran misalnya yang menggunakan pola hibrida hybrid learning, karena proses pembelajaran dalam abad 21 tidak hanya secara konvensional dengan tatap muka di kelas, tetapi juga secara online melalui situs pembelajarannya. Jadi pembelajaran hibrida adalah sebuah pola pembelajaran yang mengombinasikan pertemuan tatap muka dengan pembelajaran berbasis online, teknologi hadir dalam proses belajar. Tujuan utamanya untuk keperluan memperluas kesempatan belajar, meningkatkan kualitas proses belajar, menumbuhkan kesempatan yang sama antarpeserta didik, dan berbagai kemungkinan lainnya. Melalui pola pembelajaran hibrida yang memanfaatkan perangkat komputer atau pun smartphone yang terkoneksi pada jaringan internet memberikan peluang seluas-luasnya bagi guru dan siswa untuk melakukan aktivitas belajar sambil melakukan aktivitas lain, termasuk rekreatif secara bersama-sama. Atau inilah yang disebut pembelajaran multitasking. Kehadiran e-learning guru abad 21 juga dituntut untuk kreatif dan inonvatif dalam memanfaatkan media baru new media untuk pembelajaran berbasis web. Oleh karena itu guru perlu mempunyai kompetensi untuk menerapkan mutltimedia. Kalau toh tidak membuat aplikasi sendiri, tetapi setidaknya bisa memanfaatkan dan menerapkan multimedia bagi pembelajaran. Demikian pula dengan gamifiication atau pembelajaran berbasis pada permainan yang sekarang semakin diminati oleh siswa, adalah peluang yang perlu dimanfaatkan untuk meningkatkan kualitas pembelajaran. Berbagai bidang studi yang selama ini dirasa sulit oleh siswa, seperti matematika, fisika, dan kimia misalnya, terbukti dapat menjadi pembelajaran yang menyenangkan melalui kreasi pembelajaran berbasis permainan. Dengan demikian, guru abad 21 juga perlu memiliki kemampuan perancangan pembelajaran berbasis permainan, sehingga proses belajar menjadi mudah dan menyenangkan, sekalipun itu pada bidang studi yang selama ini dianggap rumit dan membosankan. Kelima, karakteristik guru abad 21 di tengah pesatnya perkembangan era teknologi digital, bagaimanapun harus mampu melakukan transformasi kultural. Karena itu transformasi mengandaikan terjadi proses pergantian dan perubahan dari sesuai yang dianggap lama menjadi sesuatu yang baru. Atau paling tidak mengalami penyesuaian terhadap kehadiran yang baru. Jika dipandang dari perspektif kritis, konsep transformasi seperti itu segera akan mengundang kecurigaan bahwa konsep transformasi mau tidak mau akan berbau positivistik. Ketika asumsi linearistik yang menjadi karakter utama positivistik, pastilah mengandaikan bahwa yang lama akan dipandang sebagai sesuatu yang tertinggal, atau paling tidak sedikit muatan kemajuannya Wahyono, 2011. Selanjutnya Wahyono menjelaskan bahwa ketika transformasi digunakan untuk menjelaskan konsep transformasi budaya, maka mengandaikan terjadinya proses alih ubah nilai, sikap, dan praksis dalam aktivitas kebudayaan. Setidaknya terdapat proses penyesuaian dari nilai, sikap, dan praksis budaya lama menuju budaya baru. Ketika ilmu pengetahuan dan teknologi yang menggunakan konstruksi budaya berbasis pada nilai budaya Barat, maka mau tidak mau nilai budaya lama masyarakat pengadopsinya harus melakukan penyesuaian-penyesuaian. Salah satu nilai yang imperatif dituntut oleh ilmu pengetahuan dan teknologi adalah apresiasi tinggi terhadap logika kausalitas, akurasi, presisi, detail, dan terukur. Di samping itu tentu saja penghargaan terhadap prinsip kejujuran, disiplin, dan kerja keras yang merupakan etos masyarakat Barat dan negara maju lainnya di kawasan Asia. Oleh karena itu tesis yang ditawarkan adalah, jika masyarakat, taruhlah yang masih mengikuti prinsip tradisionalisme, ingin menjadi masyarakat modern berbasis pada ilmu pengetahuan dan teknologi, maka perlu melakukan transformasi kultural. Transformasi di sini mengandaikan terjadinya proses alih ubah nilai, sikap, dan praksis lama menuju yang baru. Transformasi kultural, bila diterapkan dalam kaitannya dengan perkembangan model pembelajaran hibrida, maka konsep transformasi kultural tentu mengandaikan proses alih ubah dari nilai tradisional ke nilai pembelajaran modern. Secara umum sudah berkembang persepsi bahwa model pembelajaran yang lebih lazim digunakan adalah berat pada karakter berorientasi pada guru teacher center daripada berorientasi pada peserta didik student center. Oleh karena pembelajaran online masuk kategori belajar berbasis media baru new media maka mengedepankan egalitarianism, kesetaraan, emansipatif, dan partisipatif dalam proses komunikasinya, maka student-center lebih sesuai dengan prinsip pembelajaran online. Dengan demikian diperlukan adanya transformasi kultural dari model pembelajaran yang berprinsip searah, top-down, dan memposisikan peserta didik sebagai pihak pasif, ke arah model pembelajaran konstruktivistik yang berorientasi pada peserta didik. Pandangan bahwa guru adalah sumber pengetahuan dan rujukan utama pengetahuan, perlu diubah ke arah pandangan bahwa sumber pengetahuan bersifat menyebar. Semua pada prinsipnya dapat menjadi sumber rujukan, tidak terkecuali peserta didik. Atau setidaknya murid adalah pihak yang aktif mengkonstruksi dan memaknai pesan. Begitulah, guru dalam pembelajaran abad 21 dituntut mengenali dan menguasai pembelajaran berbasis TIK. Jenjang kompetensi TIK yang sebaiknya dimiliki oleh seorang pengajar atau guru untuk menerapkan model e-learning meliputi lima tahapan. Upaya dini yang harus dilakukan oleh pegelola sekolah adalah menyiapkan SDM guru yang melek TIK ICT literate. Ciri-ciri utama seorang guru yang melek TIK ialah guru yang menggunakan TIK secara tepat, berdasarkan kebutuhan belajar, kompetensi, karakteristik isi atau mata ajar, ketersediaan sarana. Selanjutnya ia mampu mensinergikan kompetensi ini dalam penyajian di kelas konvensional, yaitu bersama dengan peserta didik menggunakan TIK untuk proses belajar dan mengajar. Adapun guru yang mahir meggunakan TIK dapat menjadi guru TIK, yaitu menularkan perilaku positif dan mengintegrasikannya dalam materi ajar TIK serta menumbuhkan kesadaran dalam berinternet sehat, misalnya ia dapat menjelaskan bagaimana mengakses jejaring sosial sekaligus memanfaatkannya untuk diskusi suatu mata ajar tertentu Salma, 2016 4. Oleh karena itu, setelah guru memiliki karakteristik yang sesuai dengan tuntutan abad 21 yang serba digital, maka seorang guru juga perlu mempunyai kompetensi di bidang perancangan atau desainer pembelajaran. Disainer pembelajaran menjadi sosok yang harus lebih banyak berperan dalam menyelenggarakan e-learning. Desainer pembelajaran adalah ahli yang terbuka dan dinamis, mampu memecahkan masalah di tingkat trouble shooting, di depan monitor, atau hingga menjadi problem solver dalam tatanan menciptakan proses belajar maya yang “hidup”, interaktif, dan manusiawi Salma, 2016 5. Sumber Modul PPG Daljab
PERANGKATPEMBELAJARAN ABAD 21 GURU-GURU SD N 1 BANJARASEM SERIRIT 1,2,3,4,5 Pendidikan Bahasa Indonesia FBS UNDIKSHA Email: gede.nurjaya@ Seririt memperlihatkan karakteristik pembelajaran abad 21. Ciri-cirinya ada pemaduan unsure TPACK, HOTs, proses 4C. Kata kunci: perangkat pembelajaran, TPACK, seririt,
ABSTRAK Makalah ini bertujuan menguraikan pentingnya merubah paradikma pembelajaran pada abad 21. Pembelajaran di abad 21 harus dapat mempersiapkan generasi manusia Indonesia menyongsong kemajuan teknologi informasi dan komunikasi dalam kehidupan bermasyarakat. Implikasi pada pembelajaran di sekolah-sekolah di Indonesia mengharuskan semua stageholder pendidikan harus menguasai ICT literacy skill. Guru, siswa, bahkan orangtua siswa harus melek teknologi dan media komunikasi, dapat melakukan komunikasi yang efektif, berpikir kritis, dapat memecahkan masalah dan bisa berkolaborasi. Model pembelajaran akan bergeser secara signifikan kearah penerapan teknologi digital. Literacy ICT di sekolah-sekolah di Indonesia harus ditingkatkan secara merata sehingga gap antara sekolah di pedesaan dan perkotaan semakin sempit. Ini semua menghendaki kerja keras dan kerja cerdas semua stageholder pendidikan di Indonesia. Kata kunci Pembelajaran abad 21, Literasi ICT PENDAHULUAN Pada hakikatnya sesuatu aktifitas yang tidak pernah terputus dilakukan manusia selama hidupnya adalah belajar. Setiap orang pasti belajar, apakah belajar secara formal, informal, pengalaman sendiri, maupun dari pengamatan terhadap pengalaman orang lain. Belajar merupakan sesuatu yang hakiki dan merupakan kebutuhan mendasar setiap orang. Banyak teori yang sudah dan sedang berkembang saat ini yang menjelaskan hakikat belajar. Salah seorang diantaranya adalah [1] yang pada intinya menyatakan bahwa belajar merupakan proses perubahan dalam pikiran dan karakter intelektual setiap orang. Proses perubahan dalam pikiran dan perubahan karakter ini merupakan indikator utama seseorang telah melakukan proses belajar. Pertanyaannya adalah bagaimana seseorang itu dapat menikmati belajarnya dan melaksanakan pembelajaran agar orang lain juga dapat belajar?. Sebelum sampai pada jawaban pertanyaan di atas, kita akan membahas beberapa batasan tentang belajar dan pembelajaran. Discover the world's research25+ million members160+ million publication billion citationsJoin for free Prosiding Seminar Nasional SINASTEKMAPAN E-Journal 2018 p-ISSN 2654-9697 Volume I November 2018 e-ISSN 2654-8135 Seminar Nasional SAINS, TEKNOLOGI, HUMANIORA DAN PENDIDIKAN 2018 1276 Universitas Quality SINASTEKMAPAN 2018 PEND - 127 PEMBELAJARAN ABAD 21 DAN PENERAPANNYA DI INDONESIA Edi Syahputra Prodi Pendidikan Matematika Universitas Negeri Medan Email ABSTRAK Makalah ini bertujuan menguraikan pentingnya merubah paradikma pembelajaran pada abad 21. Pembelajaran di abad 21 harus dapat mempersiapkan generasi manusia Indonesia menyongsong kemajuan teknologi informasi dan komunikasi dalam kehidupan bermasyarakat. Implikasi pada pembelajaran di sekolah-sekolah di Indonesia mengharuskan semua stageholder pendidikan harus menguasai ICT literacy skill. Guru, siswa, bahkan orangtua siswa harus melek teknologi dan media komunikasi, dapat melakukan komunikasi yang efektif, berpikir kritis, dapat memecahkan masalah dan bisa berkolaborasi. Model pembelajaran akan bergeser secara signifikan kearah penerapan teknologi digital. Literacy ICT di sekolah-sekolah di Indonesia harus ditingkatkan secara merata sehingga gap antara sekolah di pedesaan dan perkotaan semakin sempit. Ini semua menghendaki kerja keras dan kerja cerdas semua stageholder pendidikan di Indonesia. Kata kunci Pembelajaran abad 21, Literasi ICT PENDAHULUAN Pada hakikatnya sesuatu aktifitas yang tidak pernah terputus dilakukan manusia selama hidupnya adalah belajar. Setiap orang pasti belajar, apakah belajar secara formal, informal, pengalaman sendiri, maupun dari pengamatan terhadap pengalaman orang lain. Belajar merupakan sesuatu yang hakiki dan merupakan kebutuhan mendasar setiap orang. Banyak teori yang sudah dan sedang berkembang saat ini yang menjelaskan hakikat belajar. Salah seorang diantaranya adalah [1] yang pada intinya menyatakan bahwa belajar merupakan proses perubahan dalam pikiran dan karakter intelektual setiap orang. Proses perubahan dalam pikiran dan perubahan karakter ini merupakan indikator utama seseorang telah melakukan proses belajar. Pertanyaannya adalah bagaimana seseorang itu dapat menikmati belajarnya dan melaksanakan pembelajaran agar orang lain juga dapat belajar?. Sebelum sampai pada jawaban pertanyaan di atas, kita akan membahas beberapa batasan tentang belajar dan pembelajaran. Prosiding Seminar Nasional SINASTEKMAPAN E-Journal 2018 p-ISSN 2654-9697 Volume I November 2018 e-ISSN 2654-8135 Seminar Nasional SAINS, TEKNOLOGI, HUMANIORA DAN PENDIDIKAN 2018 1277 Universitas Quality SINASTEKMAPAN 2018 PEND - 127 Pembelajaran merupakan proses memfasilitasi agar individu dapat belajar. Antara belajar dan pembelajaran merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan [1]. Sedangkan [2] menyatakan bahwa pembelajaran secara sederhana dapat diartikan sebagai sebuah usaha mempengaruhi emosi, intelektual, dan spiritual seseorang agar mau belajar dengan kehendaknya sendiri. Secara khusus dapat diutarakan bahwa pembelajaran merupakan suatu proses belajar yang dibangun guru untuk meningkatkan moral, intelektual, serta mengembangkan berbagai kemampuan yang dimiliki oleh siswa, baik itu kemampuan berpikir, kemampuan kreativitas, kemampuan mengkonstruksi pengetahuan, kemampuan pemecahan masalah, hingga kemampuan penguasaan materi pembelajaran dengan baik. Kemampuan-kemampuan yang dikemukakan di atas merupakan kemampuan yang perlu dikembangkan pada abad 21. Abad 21 dicirikan oleh berkembangnya informasi secara digital. Masyarakat secara masif terkoneksi satu dengan lainnya. Hal inilah yang dikatakan oleh banyak orang dengan revolusi industri, terutama industri informasi. Era digital telah mewarnai kehidupan manusia di abad 21. Pembelajaran di abad 21 harus dapat mempersiapkan generasi manusia Indonesia menyongsong kemajuan teknologi informasi dan komunikasi dalam kehidupan bermasyarakat. Pembelajaran abad 21 sebenarnya adalah implikasi dari perkembangan masyarakat dari masa ke masa. Sebagaimana diketahui bahwa masyarakat berkembang dari masyarakat primitif ke masyarakat agraris, selanjutnya ke masyarakat industri, dan sekarang bergeser ke arah masyarakat informatif. Masyarakat informatif ditandai dengan berkembangnya digitalisasi. Dari tahun 1960 sampai sekarang telah berkembang dengan pesat penggunaan komputer, internet dan handpone. Masyarakat telah berubah dari masyarakat offline menjadi masyarakat on line. Sebagai catatan pengguna internet di Indonesia pada tahun 2015 sebanyak 88,1 juta orang telah meningkat menjadi sebanyak 132,5 juta orang. Oleh karena perkembangan digitalisasi yang semakin pesat di masyrakat, mau tidak mau pembelajaran di sekolah di Indonesia harus mengikuti perkembangan tersebut. Implikasi pada pembelajaran di sekolah-sekolah di Indonesia mengharuskan semua stageholder pendidikan harus menguasai ICT literacy Skill. Guru, siswa, bahkan orangtua siswa harus melek teknologi dan media komunikasi, dapat melakukan komunikasi yang efektif, berpikir kritis, dapat memecahkan masalah dan bisa berkolaborasi. Kesenjangan antara Prosiding Seminar Nasional SINASTEKMAPAN E-Journal 2018 p-ISSN 2654-9697 Volume I November 2018 e-ISSN 2654-8135 Seminar Nasional SAINS, TEKNOLOGI, HUMANIORA DAN PENDIDIKAN 2018 1278 Universitas Quality SINASTEKMAPAN 2018 PEND - 127 masyarakat pedesaan dan perkotaan di Indonesia harus dipersempit, agar penguasaan ICT dapat merata di seluruh Indonesia. Hasil penelitian telah menunjukkan manfaat ICT dalam pembelajaran yaitu 1. Memudahkan guru dan siswa mencari sumber belajar alternatif 2. Memperjelas materi pelajaran yang diberikan guru 3. Belajar lebih efisien 4. Wawasan guru dan siswa bertambah 5. Pembelajaran mengikuti perkembangan Gambar 1 menunjukkan suasana kelas pembelajaran yang menggunakan ICT yang terintegrasi dengan praktisi di lapangan. Gambar 1. Situasi pembelajaran yang memanfaatkan ICT di dalam kelas Standar Teknologi Pendidikan Nasional untuk Siswa National Educational Tegnology Standarts for Students/NETS-S mengemukakan Ada 6 keterampilan penting yang harus dimiliki siswa dan diajarkan oleh guru di sekolah. Keterampilan-keterampilan tersebut adalah 1. Kreativitas dan inovasi 2. Komunikasi dan kolaborasi Prosiding Seminar Nasional SINASTEKMAPAN E-Journal 2018 p-ISSN 2654-9697 Volume I November 2018 e-ISSN 2654-8135 Seminar Nasional SAINS, TEKNOLOGI, HUMANIORA DAN PENDIDIKAN 2018 1279 Universitas Quality SINASTEKMAPAN 2018 PEND - 127 3. Penelitian dan kelancaran informasi 4. Berpikir kritis, pemecahan masalah dan pembuatan keputusan 5. Kewarganegaraan digital 6. Operasi teknologi dan konsep PRINSIP PEMBELAJARAN ABAD 21 [3] menyederhanakannya ke dalam 4 prinsip pokok pembelajaran abad ke 21 yang dijelaskan dan dikembangkan seperti berikut ini 1. Instruction should be student-centered Pengembangan pembelajaran seyogyanya menggunakan pendekatan pembelajaran yang berpusat pada siswa. Siswa ditempatkan sebagai subyek pembelajaran yang secara aktif mengembangkan minat dan potensi yang dimilikinya. Siswa tidak lagi dituntut untuk mendengarkan dan menghafal materi pelajaran yang diberikan guru, tetapi berupaya mengkonstruksi pengetahuan dan keterampilannya, sesuai dengan kapasitas dan tingkat perkembangan berfikirnya, sambil diajak berkontribusi untuk memecahkan masalah-masalah nyata yang terjadi di masyarakat. 2. Education should be collaborative Siswa harus dibelajarkan untuk bisa berkolaborasi dengan orang lain. Berkolaborasi dengan orang-orang yang berbeda dalam latar budaya dan nilai-nilai yang dianutnya. Dalam menggali informasi dan membangun makna, siswa perlu didorong untuk bisa berkolaborasi dengan teman-teman di kelasnya. Dalam mengerjakan suatu proyek, siswa perlu dibelajarkan bagaimana menghargai kekuatan dan talenta setiap orang serta bagaimana mengambil peran dan menyesuaikan diri secara tepat dengan mereka. Gambar 2 menunjukkan situasi kolaborasi antara siswa-guru dan siswa-siswa di dalam kelas. Prosiding Seminar Nasional SINASTEKMAPAN E-Journal 2018 p-ISSN 2654-9697 Volume I November 2018 e-ISSN 2654-8135 Seminar Nasional SAINS, TEKNOLOGI, HUMANIORA DAN PENDIDIKAN 2018 1280 Universitas Quality SINASTEKMAPAN 2018 PEND - 127 Gambar 2. Situasi kolaborasi antara siswa-guru dan siswa-siswa 3. Learning should have context Pembelajaran tidak akan banyak berarti jika tidak memberi dampak terhadap kehidupan siswa di luar sekolah. Oleh karena itu, materi pelajaran perlu dikaitkan dengan kehidupan sehari-hari siswa. Guru mengembangkan metode pembelajaran yang memungkinkan siswa terhubung dengan dunia nyata real word. Guru membantu siswa agar dapat menemukan nilai, makna dan keyakinan atas apa yang sedang dipelajarinya serta dapat mengaplikasikan dalam kehidupan sehari-harinya. Guru melakukan penilaian kinerja siswa yang dikaitkan dengan dunia nyata. 4. Schools should be integrated with society Dalam upaya mempersiapkan siswa menjadi warga negara yang bertanggung jawab, sekolah seyogyanya dapat memfasilitasi siswa untuk terlibat dalam lingkungan sosialnya. Misalnya, mengadakan kegiatan pengabdian masyarakat, dimana siswa dapat belajar mengambil peran dan melakukan aktivitas tertentu dalam lingkungan sosial. Siswa dapat dilibatkan dalam berbagai pengembangan program yang ada di masyarakat, seperti program kesehatan, pendidikan, lingkungan hidup, dan sebagainya. Selain itu, siswa perlu diajak pula mengunjungi panti-panti asuhan untuk melatih kepekaan empati dan kepedulian sosialnya. Prosiding Seminar Nasional SINASTEKMAPAN E-Journal 2018 p-ISSN 2654-9697 Volume I November 2018 e-ISSN 2654-8135 Seminar Nasional SAINS, TEKNOLOGI, HUMANIORA DAN PENDIDIKAN 2018 1281 Universitas Quality SINASTEKMAPAN 2018 PEND - 127 KARAKTERISTIK GURU ABAD 21 Guru sebagai fasilitator, motivator dan inspirator. Saat ini perkembangan digital sudah demikian maju, guru bukan satu-satunya sumber informasi untuk belajar. Oleh karena itu guru harus bisa menjadi fasilitator dan motivator bagi muridnya untuk mencari dan memanfaatkan sumber belajar melalui kemajuan digital. Hal ini sekaligus sebagai inspirator untuk murid-muridnya agar lebih giat belajar dan menemukan sumber informasi melalui teknologi yang berkembang. 1. Minat baca guru harus tinggi. Dapat dibayangkan kalau minat baca guru rendah, apa jadinya? Pastilah pengetahuan guru akan stagnan dan terlampaui oleh pengetahuan siswanya. Implikasi yang terjadi adalah kewibawaan guru merosot dimata siswanya. 2. Guru harus memiliki kemampuan menulis karya ilmiah. Disamping minat baca guru harus tinggi, guru dituntut juga memiliki kemampuan menulis karya ilmiah. Sebab guru dalam tugasnya akan selalu memberikan macam-acam tugas kepada siswanya. Beberapa penugasan yang diwajibkan guru kepada siswanya antara lain adalah mereviu buku, artikel jurnal, membuat karangan pendek dan lain-lain. Hal ini semua menuntut guru harus mahir menulis. 3. Guru harus kreatif dan inovatif mempraktekkan model-model pembelajaran. Tuntutan pembelajaran abad 21 mengharuskan guru kreatif dan inovatif mempraktekkan model-model pembelajaran yang dapat mengkonstruksi pengetahuan siswanya. Kombinasi antara model pembelajaran dan penggunaan teknologi digital akan menimbulkan kreativitas dan inovasi siswa. 4. Guru mampu bertransformasi secara kultural. Pandangan “teacher centered” pada kultur pembelajaran sebelumnya harus dapat bertransformasi ke arah “student centerd”. Jadikan siswa sebagai subyek belajar yang dapat berkembang dan mengkonstruksi pengetahuannya secara maksimal. Prosiding Seminar Nasional SINASTEKMAPAN E-Journal 2018 p-ISSN 2654-9697 Volume I November 2018 e-ISSN 2654-8135 Seminar Nasional SAINS, TEKNOLOGI, HUMANIORA DAN PENDIDIKAN 2018 1282 Universitas Quality SINASTEKMAPAN 2018 PEND - 127 KARAKTERISTIK SISWA ABAD 21 [4] mengemukakan bahwa pada dasarnya siswa di Indonesia dapat menyesuaikan model pembelajaran apapun yang diterapkan guru di kelas. Sejalan dengan itu [5] mengemukakan pada intinya siswa cukup kreatif sehingga tidaklah sukar untuk menerapkan pembelajaran berbasis ICT di Indonesia. Pada pembelajaran abad 21 siswa harus memiliki karakteristik khusus sebagai berikut 1. Berpikir kritis, memiliki kemauan dan kemampuan pemecahan masalah dan komunikasi, kreatif, kolaboratif dan inovatif 2. Memiliki kemauan dan kemampuan literasi digital, media baru dan ICT 3. Berinisiatif yang fleksibel dan adaptif. KESIMPULAN Perubahan masyarakat dunia kearah digitalisasi akan memaksa pembelajaran di sekolah-sekolah di Indonesia mengikuti perkembangan teknologi tersebut. Pada abad 21 guru dan siswa dituntut melek teknologi digital. Guru bukan satu-satunya sumber belajar, siswa dapat di arahkan untuk menelusuri sumber belajar lainnya melalui internet dan media pembelajaran lainnya. Model pembelajaran akan bergeser secara signifikan kearah penerapan teknologi digital. Literacy ICT di sekolah-sekolah di Indonesia harus ditingkatkan secara merata sehingga gap antara sekolah di pedesaan dan perkotaan semakin sempit. Ini semua menghendaki kerja keras dan kerja cerdas semua stageholder pendidikan di Indonesia. UCAPAN TERIMA KASIH Penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada Prof. Dr. Nurdin Bukit, yang telah memberikan kesempatan kepada penulis menjadi keynote speaker dan menyajikan makalah ini pada Seminar Nasional bertajuk Seminar Nasional Sains Teknologi Humaniora dan Pendidikan Qsinastekmapan. Terimakasih juga penulis sampaikan kepada rekan-rekan yang membantu sampai selesainya makalah ini. Prosiding Seminar Nasional SINASTEKMAPAN E-Journal 2018 p-ISSN 2654-9697 Volume I November 2018 e-ISSN 2654-8135 Seminar Nasional SAINS, TEKNOLOGI, HUMANIORA DAN PENDIDIKAN 2018 1283 Universitas Quality SINASTEKMAPAN 2018 PEND - 127 DAFTAR PUSTAKA Astawan, I Gede. 2016. Belajar dan Pembelajaran Abad 21. Harian Bernas Agustus 2016. Nata, Abuddin. 2009. Perspektif Islam tentang Strategi Pembelajaran. Kencana Jakarta Nichols.,Jennifer, R., 2017. Four Essential Rules Of 21st Century Learning. Online. Syahputra, E., Surya, E., 2017. The Development of Learning Model Based on Problem Solving to Construct High-Order Thinking Skill on the Learning Mathematics of 11th in SMA/MA. Journal of Education and Practice, 86 pp. 80-85. Lubis, J., Panjaitan, A., Surya,E., Syahputra, E. 2017. Analysis Mathematical Problem Solving Skills of Student of the Grade VIII-2 Junior High School Bilah Hulu Labuhan Batu., International Journal of Research in Education and Learning 42 131-137. ... Tidak jarang pula anak-anak seringkali menghadapi bentuk-bentuk kekerasan baik fisik maupun non fisik. Padahal, anak-anak Indonesia harusnya berada di rumah, belajar dengan baik dan menikmati tugas-tugas bagi tumbuh kembang diri mereka Syahputra, 2018. ...... Secara singkat, pembelajaran abad ke-21 memiliki prinsip pokok bahwa pembelajaran harus berpusat pada siswa, bersifat kolaboratif, kontekstual, dan terintegrasi dengan masyarakat. Peran guru dalam melaksanakan pembelajaran abad ke-21 sangat penting dalam mewujudkan masa depan anak bangsa yang lebih baik Syahputra, 2018. Setiap siswa belajar dengan cara yang berbeda-beda, sehingga guru ditantang untuk menemukan cara membantu semua siswa belajar secara efektif. ...Andi Basliahwanti Murti Abdul Rasyid Fakhrun GaniDevi AlvionitaEducation is a very important learning process for the nation's children, because with an advanced education it symbolizes an immediate progress as well. In connection with this, it is known that there is a philosophical basis for idealism, realism, pragmatism, and others. The idealization of Indonesian education can be seen from various points of view, namely teachers, students and the government. Teachers are real changers in society. Therefore, teachers are involved effectively, both as educators and social activists. Students are one of the main subjects in the education system. While the government is a facilitator for education in this country. The government must be wise in setting a rule, not to mention the issue of education, the government as a leader has the authority to formulate a strong policy to formulate education policy... In order to prepare students for success in the digital era, the Partnership for 21st Century Skills collaborated to create a 21st century learning framework Sugiyarti et al., 2018. These fundamental 21st century talents include effective collaboration and communication Syahputra, 2018, creative and inventive thinking Yudha et al., 2018, critical thinking and problem solving Butterworth et al., 2013, and so on. All of these skills are higher order thinking 1735 competencies Widiawati et al., 2018;Hastuti et al., 2021. ...The purpose of this research is to develop learning media that can improve students' Higher Order Thinking Skills HOTS on the topic "circular motion". Therefore, its design is a research and development R&D study with 4D model Define, Design, Develop, and Disseminate. Experts were involved to validate the products that had been developed, which are teaching props and Student Worksheets SWS, through a validation questionnaire. The collected data were then analyzed descriptively and qualitatively. The results showed that the total average of all aspects of the assessment was which was included in the "very good" category. Based on this result, it can be concluded that the products developed, namely learning media for "circular motion" material, is suitable for use in the learning process to improve students' higher order thinking skills... The results of this study are in accordance with previous studies, namely Permanasari 2016 in his research, which states that STEM in addition to being able to train students' critical abilities can also develop the ability to use technology. This is also in line with the mandate of 21st century learning, namely planning for technological competencies that must be developed in it Syahputra, 2018 . ...Fadillah RahmayaniEdi IstiyonoThe assessment instrument is part of the learning toolkit which includes the process of measuring and collecting data and information to be processed and interpreted in it to consider how decisions on student learning outcomes are achieved in accordance with learning objectives. Instruments are used to measure cognitive, psychomotor, and affective dimensions. So far there has not been much research on the development of an affective instrument, mostly focusing on students' cognitive and psychomotor aspects. Thus, this study aims to develop affective instruments, namely students' attitudes towards STEM Science, Technology, Engineering and Mathematics. This research is research and development using the ADDIE development model. The ADDIE model consists of five steps analysis, design, development, implementation, and evaluation. The initial instrument that was developed was 45 items which contained every STEM aspect which was then tested on test subjects totaling 72 high school students. Based on the results of data analysis, a good and effective attitude assessment instrument has been produced to assess students' attitudes to see students' attitudes towards STEM. Through this development, it is hoped that it can become a foundation that can be used by educators before giving appropriate treatment to students in preparing students who have an attitude towards STEM aspects so that students can face various challenges of the 21st century which are so tight and growing rapidly.... Tak terkecuali juga perkembangan para generasi muda yang merupakan asset terbesar suatu bangsa, termasuk Indonesia Izzah, 2018. Pembelajaran di abad 21 harus mampu mempersiapkan generasi penerus bangsa Indonesia untuk menyambut integrasi TIK ke dalam kehidupan bermasyarakat Syahputra, 2018. Untuk memenuhi kebutuhan di abad 21, sangat diperlukan keterampilan pengetahuan kognitif yang mendalam dalam konteks kehidupan terkait suatu masalah, peristiwa atau kejadian Rahayu, 2022. ...Annisa SalsabilaEffendi NawawiPenelitian ini bertujuan untuk mengetahui tantangan dalam menghayati Pancasila sebagai entitas dan identitas bangsa indonesia dan bentuk perwujudan Profil Pelajar Pancasila PPP pada pendidikan abad ke 21. Penelitian didasarkan pada proses studi pustaka menggunakan metode qualitative research. Teknik pengumpulan data menggunakan observasi, wawancara, dokumentasi dan literatur. Penelitian ini dilaksanakan di lingkungan SMA Negeri 1 Palembang. Hasil dari penelitian ini menujukkan bahwa perwujudan Profil Pelajar Pancasila pada Pendidikan Abad ke-21 sudah berjalan sebagaimana mestinya di SMA Negeri 1 Palembang. Hal itu terlihat pada keseharian peserta didik di sekolah dengan menjalankan beberapa dimensi Profil Pelajar Pancasila PPP seperti 1 beriman, bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, dan berakhlak mulia, 2 berkebinekaan global, 3 bergotong-royong, 4 mandiri, 5 bernalar kritis, 6 kreatif.... According to his research, the show-and-tell method learning steps that can improve students' speaking skills are as follows Show and Tell is introduced with an explanation of the procedures for implementing Show and Tell; modeling by the teacher by showing the child how to show and tell with personal items, food, and pictures; each child is allowed to Show and Tell within a specific time; and children are allowed to ask questions after doing Show and Tell. Teachers facilitate, encourage, and help children ask relevant questions and answer them relevantly Syahputra, 2018. ...Nidya Chandra Muji UtamiSiti Fatimah AzzahraNuryani NuryaniThis literature study, entitled "Analysis of Speaking Skills with Storytelling Methods in Indonesian Language Learning in Elementary Schools," describes the literature on speaking skills using the storytelling method with the narrative literature review NLR model. The technique employed is the comparison method. The purpose of this study is based on the needs in primary school environments, especially in high school, because knowing the problems and difficulties in applying Indonesian language learning to speaking skills for elementary school students is very much needed. It has been proven that it takes work to maximize students' speaking skills in front of an audience. Researchers identified the subject matter discussed in this study as 40 articles published in national journals within the last ten years. The article Speaking Skills with a Storytelling Approach consists of 20 pieces on speaking skills by various methods, as many as nine pieces for speaking skills in high school, which in general is as much as two articles; additionally, to speak with storytelling skills using a variety of models, as many as four articles; three articles for speaking skills using image media and comics; and the other two articles discuss speaking skills in law school in general. The novelty of the research obtained in the literature review of speaking skills and the theories presented by previous experts The impact of research that uses the study of literature is more significant when other researchers pay attention to the suggestions given by researchers when researching speaking skills.... The implications of 21st-century learning require various education providers to master ICT literacy skills. Teachers, students, and even parents must be literate in 020007-4 technology and communication media and effective communication [40]. The present research study that good communication is not only crucial for a teacher but also students need to have good communication skills [41]. ...Lecturers can optimize technology with synchronous and asynchronous in distance learning so that they can improve students’ 21st-century skills. Optimizing technology grants lecturers and undergraduate students to interact in multiple directions and activate undergraduate students in minds-on and hands-on. This study aims to describe the quality of communication skills by optimizing technology on distance learning. This research method is quasi-experimental with a one-shot case study. The samples in this study were 103 students. The sampling technique is purposive sampling. Data collection techniques using observation techniques were used to observe the optimization of technology in distance learning and questionnaire techniques to collect data self-assessment on undergraduate student 21st-century skills, namely communication skills aspects that are assessed expression, evaluation, response, and negotiation. Data analysis used the descriptive quantitative method. The results showed that in the aspects of expression and negotiation, students were in a good category then, students’ responses and evaluations were in the very good category. The percentage for each aspect is 75% in expression, 77% in evaluation, 76% in response, and 75% in negotiation. However, the aspects of expression and negotiation still need to be improved. Through the results of this study, lectures can emphasize the management of group discussions through learning management systems and the use of reference sources so that students’ communication skills can be further improved... Kemampuan tersebut antara lain kemampuan berpikir, kemampuan kreativitas, kemampuan mengkonstruksi pengetahuan, kemampuan pemecahan masalah, hingga kemampuan penguasaan materi pembelajaran dengan baik. Kemampuan-kemampuan yang dikemukakan di atas merupakan kemampuan yang perlu dikembangkan pada abad 21 Syahputra, 2018. Salah satu kemampuan yang dituntut pada abad 21 yaitu kemampuan berpikir kreatif. ...Sindi Ladya Baharizqi Sindi Sofyan IskandarDede Trie KurniawanPenelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana optimalisasi penerapan model pembelajaran berbasis permaian dalam pembelajaran abad 21 di sekolah dasar. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini yaitu studi pustaka Library Reaseacrh dengan jenis penelitian kualitatif. Implementasi game based learning pada proses pembelajaran yang digunakan siswa dapat menjadi solusi inovatif untuk menyelesaikan berbagai permasalahan pembelajaran. Pembelajaran inovatif di abad 21 memiliki karakteristik yang mengarah pada pembelajaran yang interaktif, holistik, integratif, ilmiah, kontekstual, tematik, efektif, kolaboratif, dan berpusat pada peserta didik, serta pelaksanaannya pembelajarannya diarahkan menggunakan model/metode pembelajaran yang terkait dengan sifat-sifat tersebut. Dapat disimpulkan bahwa Game-Based Learning ini cocok sebagai inovasi dalam pembelajaran. karena hasil studi pendahuluan menunjukkan bahwa Game-Based Learning ini efektif serta efisien dan berdasarkan studi pustaka Game-Based Learning ini memiliki banyak manfaat dan kelebihan yang menjadi keunggulannyaThis paper is a summary study of team Postgraduate on 11 nd grade. The objective of this study is to develop learning model based on problem solving which can construct high-order thinking on the learning mathematics in SMA/MA. The subject of dissemination consist of Students of 11 th grade in SMA/MA in 3 kabupaten/kota in North Sumatera,namely SMA Swasta Yapim Taruna Stabat Kabupaten Langkat, SMK Negeri 6 Medan, SMA YPK Medan, and MAN Lubuk Pakam Kabupaten Deli Serdang. Instrument of Collecting data used are questionnaires, observation guidelines, interview guides, students mathematics textbooks for 11 th grade in SMA/MA, Teacher's guide book, instrument of pre-test and post-test. Development of model are adopted from Thiagarajan's model and Semmel & Semmel's model. This research has compiled teaching materials in the form of textbooks for 11 th grade in SMA/MA and teacher's guide book that includes the structured steps of solving mathematical problems based on problem solving which can construct high-order thinking. Results of dissemination showed a significant improvement of students problem solving ability at four schools in three kabupaten/kota in North Sumatera. A. Introduction Observation result showed that Learning Model of Mathematics in SMA this time is not refer to specific learning theory yet. At the Learning process in the class, students was given ordinary problems that can be solved with simple analysis and mechanistic solution. Almost all of the learning process of mathematics in SMA beginning with shares of definition, formula, example, and ends with exercises. Occasionally be found, The proof of mathematical problems are solved by using an figure or a simple sketch. This condition was not able to improve the creativity and critical thinking of students. Moreover in learning at the class, Students are not accustomed to thinking axiomatic deductive, also students are not supported by their mathematics textbooks that are used. Most of the learning process of mathematics in SMA, lead students to memorize, solving mathematical problems ordinarily and a simple analyze inductively by following existing examples. Ironically, Teacher teach students by following monotonous method that are given in mathematics textbooks without considering student's cognitive improvement level. Whereas, learning mathematics require innovation and creativity of teachers and students. Due to it, Sumarmo 2005 state that student's problem solving ability is still low. In the Curriculum 2013, The learning are using scientific method, multi-strategy, multimedia, adequate learning source and technology, and utilizing the environment as a learning resource. Learning Model that used is problem based learning. This model is appropriate to improve student's mathematical problem solving ability. In the learning process, student's activity are started with observation, then asking questions, trying, making network, and analyzing. Therefore now and future, We need learning model that should be able to improve student's mathematical problem solving ability in SMA/MA B. Method This Study is kind of the development research. The stages of learning model follow the procedure of Thiagarajan model and Semmel & Semmel 1974 models. According to Thiagarajan and Semmel & Semmel 1974, Development model that used is refers to four D-Model. Where consist of 4 steps namely define, design, develop, and disseminate. Results of development are described as follows Stage 1 Define The purpose of this stage are set and defining learning activity by conducting analysis purpose and material limitations. In the stage of Define , will be desribed five activity that must be done namely ujung-depan analysis analysis Mathematics curriculum of SMA, Students analysis, concept and material analysis, assigment and formulation of learning purpose. Stage of define are described as follows a. Ujung-Depan Analysis Purpose of this analysis is to analyze the basic problem that encountered in the development of learning model. Several things to note in Ujung-Depan Analysis are curriculum of 2013 and learning theory of Problem Based Learning. b. Students AnalysisBelajar dan Pembelajaran Abad 21. Harian Bernas AgustusAstawanGedeAstawan, I Gede. 2016. Belajar dan Pembelajaran Abad 21. Harian Bernas Agustus Islam tentang Strategi PembelajaranAbuddin NataNata, Abuddin. 2009. Perspektif Islam tentang Strategi Pembelajaran. Kencana Jakarta Nichols.,Jennifer, R., 2017. Four Essential Rules Of 21st Century Learning. Online.Analysis Mathematical Problem Solving Skills of Student of the Grade VIII-2 Junior High School Bilah Hulu Labuhan BatuJ LubisA PanjaitanE SuryaE SyahputraLubis, J., Panjaitan, A., Surya,E., Syahputra, E. 2017. Analysis Mathematical Problem Solving Skills of Student of the Grade VIII-2 Junior High School Bilah Hulu Labuhan Batu., International Journal of Research in Education and Learning 42 131-137.
mB5Vm. xd51ooujwm.pages.dev/128xd51ooujwm.pages.dev/11xd51ooujwm.pages.dev/372xd51ooujwm.pages.dev/392xd51ooujwm.pages.dev/150xd51ooujwm.pages.dev/86xd51ooujwm.pages.dev/276xd51ooujwm.pages.dev/278xd51ooujwm.pages.dev/262
karakteristik guru abad 21